Zine: Asal kata, Sejarah, dan Perkembangan

“Orang aneh, kutu buku, kuper serta mereka yang dikucilkan oleh lingkungan adalah karakter orang-orang yang biasanya membuat zine di Amerika. Mereka merayakan kehidupan mereka yang tak tampak tadi menjadi sebuah wujud yang begitu jelas di depan orang lewat zine-zine mereka.”
– Notes From The Underground, Stephen Duncombe-

Sebenarnya kata zine berasal dari kata fanzine yang merupakan singkatan dari fan magazine untuk membedakannya dari majalah komersial, atau magazine dan fanzine. Magazine berhubungan dengan hal-hal yang negatif seperti komoditi sementara fanzine berhubungan dengan hal-hal yang positif seperti informasi. Sebelumnya orang-orang menuliskan kata zine menggunakan apostrophe (’zine) untuk menunjukkan bahwa “fan” telah ditinggalkan, tetapi terus berevolusi menjadi sesuatu yang berbeda dari fanzine, apostrophe-nya dihilangkan. Sekarang hanya disebut “zine”.

Di awalnya kelahiranya, zine tidaklah berbicara masalah-masalah politik, budaya, ataupun musik, tetapi berbicara soal tema-tema fiksi ilmiah. Zine lahir pertama kalinya di antara para penggemar fiksi ilmiah. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kepandaian di atas rata-rata, namun kemampuan untuk bersosialisasinya di bawah rata-rata. Menemukan dunia fiksi ilmiah sebagai pelarian dari realita yang menolak mereka.
Fanzine fiksi ilmiah pertama adalah The Comet, lahir ditahun 1930, diterbitkan oleh the Science Correspondence Club di Chicago yang di editori oleh Raymond A. Palmer dan Walter Dennis. Ini kemudian mendorong lahirnya bentuk-bentuk zine baru dari komunitas fiksi ilmiah. Di akhir 1930-an, komunitas fiksi ilmiah mulai banyak berdiskusi tentang komik. Hal ini mendorong kelahiran zine komik pertama, The Comic Collector’s News yang dibuat Malcolm Willits dan Jim Bradley, pada Oktober 1947. Lalu di awal 1960-an muncul zine jenis baru lagi dari komunitas fiksi ilmiah yaitu zine film horror yang pertama dibuat oleh Tom Reamy, yaitu Trumpet (San Fransisco).
Di pertengahan 1960-an, banyak penggemar fiksi ilmiah dan komik ternyata menemukan kesamaan interest pada musik rock dan kemudian melahirkan zine musik rock seperti Crawdaddy pada 1966 yang dieditori oleh Paul William dari California, yang kemudian menjadi sebuah majalah musik yang profesional. Pada tahun dan kota yang sama muncul zine Mojo Navigator yang dieditori oleh Greg Shaw, yang mana pada 1970 dia juga membuat zine Who Put The Bomp?
Pada 1970 terjadi perubahan besar dalam dunia zine. Pertama ialah kemajuan teknologi yang menghasilkan mesin fotokopi. Sebelumnya, apa yang disebut penerbitan yang independent sebenarnya masih bersifat dependen, para penerbit masih tergantung pada teknologi mesin cetak yang masih terbatas pada waktu itu, yang harganya cukup mahal dan memakan banyak waktu.Tapi dengan menggunakan mesin fotokopi, pembuatan dan penggandaan zine menjadi lebih mudah, cepat dan rapi hingga pembuatan media sendiri menjadi lebih mudah lagi.
Perubahan yang kedua adalah munculnya kultur punk, dimana punk menyumbangkan banyak hal kepada dunia fanzine, seperti jenis estetika baru, penuh dengan seni potong-tempel yang tidak mengindahkan hak cipta dan orisinalitas –dengan mengambil berbagai macam gambar atau tulisan dari berbagai sumber, menggabungkan-gabungkannya, terkadang mengubah atau merusak sama sekali makna aslinya. Juga, etos D.I.Y/Do It Yourself yang menekankan pada semangat kemandirian dan kerjasama, menolak untuk bergantung dengan struktur-sruktur yang ada bagaimanapun hasilnya nanti. Hingga profesionalitas pun makin terpinggirkan oleh etos D.I.Y tadi.
Akibat meledaknya punk dan munculnya mesin fotokopi, maka zine pun makin menjamur dimana-mana. Zine punk pertama lahir di London, pada 4 juli 1976 bersamaan dengan debut Ramones, yaitu Sniffin’ Glue yang dieditori oleh Mark Perry. Lalu tahun selanjutnya baru muncul di Los Anggeles, yaitu Slash dan Flipside. Kemudian ada Maximum RocknRoll yang memulai eksistensinya dari sebuah acara underground di radio yang kemudian menjadi sebuah zine. Dan mulailah bermunculan zine-zine yang mengakar pada scene punk, seperti Punk Planet, Profane Existance, Slug And Lettuce, Heart Attack, dan banyak lagi lainnya.
Pada tahun 1982, Factsheet Five Zine terbit untuk pertama kalinya. Ini adalah sebuah zine yang membahas tentang zine, yang dieditori oleh Mike Gunderloy sampai ke edisi 44 (tahun 1991), yang kemudian dilanjutkan oleh Hudson Luce. Sistem manajemen dan sirkulasi distribusi yang baik membuat zine ini dijadikan sumber informasi bagi orang-orang yang ingin men- cari bacaan alter-natif di luar media-media mainstream.
Sekarang zine semakin berkembang dengan pesatnya. Bentuk-bentuk yang ada tidak lagi seperti diawal kelahiranya. Banyak juga zine yang kini lebih mirip majalah-mini dengan sentuhan personal. Banyak juga yang bersirkulasi lebih luas dan mulai dikelola secara profesional. Tapi hal yang tetap dipertahankan dari perkembangan yang ada adalah semangat diawal kelahirannya, sebagai media alternatif. Banyak juga zine yang berubah menjadi webzine diantaranya, Boingboing, Dead Sparrow, Noise Attack. Ada juga yang berbentuk e-zine. Zine-zine ini tidaklah lagi membutuhkan kertas dan tinta. Hal yang membedakan antara webzine dan e-zine adalah webzine berbasis website dan tampilannya hanya bisa dilihat di internet, sedangkan e-zine bisa di download dan dicopy sebagai file data.
Pada perkembangan selanjutnya, banyak bermunculan toko buku besar yang juga menyediakan zine seperti Cafe Royal (Melbourne), Reading Frenzy (Portland), Quimby’s (Chicago) . Perpustakaan besar di luar negeri pun banyak yang menyediakan zine, seperti: Salt Lake City Public Library, Multnomah County Library (Portland) serta The San Fransisco Public Library yang notabene merupakan tiga perpustakaan besar di Amerika. Universitas pun tidak mau ketinggalan, misalnya: Duke University , Barnard College Library, San Diego State University, De Paul University.
Ada juga perpustakaan yang isinya hanya menyediakan zine: ABC No Rio Zine Library (NY), The Zine Archive and Publishing Project (Seattle), The Independent Publishing Resource Center (Portland), The Hamilton Zine Library (Kanada), The Copy & Destroy Zine Library (Australia).
Untuk event pameran ada: Our Zine Thing, The Philly Zine Fest dan The Portland Zine Symposium (Amerika), Canzine dan North Of Non. Workshop dan simposium tentang zine pun banyak terdapat, misalnya: The 24 Hwhere (Kanada), The Manchester Zine Fest dan The London Zine Symposium (Inggris), Independent Press and Zine Fair dan Make It Up Zine Fair (Australia), Zinefest Mulheim (Jerman).
Dan kini zine telah berada di hampir setiap belahan dunia, termasuk Indonesia. Menyapa setiap orang yang ia jumpai dan berkata, “massa media bukan media massa”.

Surat dari Para Perempuan Zapatista kepada Para Perempuan Yang Berjuang di Seluruh Dunia

Kepada: Para Perempuan dalam perjuangan di mana pun di dunia

Dari: Perempuan Zapatista

Saudara, compañera:

Kami sebagai perempuan-perempuan Zapatista mengirimkan kepadamu salam kami sebagai perempuan-perempuan dalam perjuangan seperti kita semua.

Kami memiliki berita sedih untuk kamu hari ini, yaitu bahwa kami tidak akan bisa menyelenggarakan Pertemuan Internasional Kedua Perempuan dalam Perjuangan di sini di wilayah Zapatista pada bulan Maret 2019.

Mungkin kamu sudah mengetahui alasan-alasannya, tetapi jika tidak, kami akan memberitahu kamu sedikit mengenai alasan-alasan tersebut di sini.

Pemerintah-pemerintah baru yang jahat telah mengatakan secara jelas bahwa mereka akan meneruskan megaproyek-megaproyek para kapitalis besar, termasuk kereta api Mayan mereka, rencana mereka untuk Tehuantepec Isthmus [1], dan pertanian-pertanian pohon komersil raksasa mereka. Mereka juga telah mengatakan bahwa mereka akan mengizinkan perusahan-perusahaan tambang untuk masuk, juga agribisnis. Selain itu, rencana agraria mereka seluruhnya berorientasi ke arah penghancuran kami sebagai masyarakat asli dengan mengubah tanah-tanah kami menjadi komoditas-komoditas dan dengan demikian mengambil apa yang Carlos Salinas de Gortari mulai tetapi tidak bisa menyelesaikannya karena kami menghentikanya dengan perjuangan kami.

Semua ini adalah proyek-proyek penghancuran, tidak peduli bagaimana mereka mencoba untuk menyamarkan proyek-proyek penghancuran tersebut dengan kebohongan-kebohongan, tidak peduli berapa banyak mereka melipatkangandakan 30 juta suara mereka. Kebenarannya adalah bahwa mereka akan datang untuk semuanya sekarang, datang dengan kekuatan penuh melawan masyarakat asli, komunitas-komunitas, tanah-tanah, gunung-gunung, sungai-sungai, hewan-hewan, tanaman-tanaman mereka, bahkan batu-batu mereka. Dan mereka tidak hanya akan mencoba untuk menghancurkan kita para perempuan Zapatista, namun semua perempuan-perempuan asli (adat)—dan seluruh laki-laki dalam hal ini, namun di sini kita sedang berbicara sebagai dan mengenai perempuan-perempuan.

Dalam rencana mereka tanah-tanah kami tidak lagi untuk kami tetapi untuk turis-turis dan hotel-hotel besar dan restoran-restoran mewah mereka dan semua bisnis yang memungkinkan bagi turis-turis untuk memilki kemewahan-kemewahan ini. Mereka ingin mengubah tanah-tanah kami menjadi perkebunan-perkebunan untuk memproduksi kayu, buah, dan air, dan menjadi pertambangan-pertambangan untuk mengekstraksi emas, perak, uranium, dan semua mineral yang dikejar para kapitalis. Mereka ingin mengubah kami menjadi prajurit infanteri mereka, menjadi pelayan-pelayan yang menjual martabat kami untuk beberapa koin setiap bulan.

Para kapitalis itu dan pemerintah-pemerintah baru yang jahat yang mematuhinya berpikir bahwa apa yang kami inginkan adalah uang. Mereka tidak memahami bahwa apa yang kami inginkan adalah kebebasan, bahwa bahkan sedikit yang kami telah capai melalui perjuangan kami, tanpa perhatian, tanpa foto-foto dan wawancara-wawancara, tanpa buku-buku atau referendum atau jajak pendapat, tanpa pemungutan suara, museum-museum, atau kebohongan-kebohongan. Mereka tidak memahami bahwa apa yang meraka sebut “kemajuan” adalah sebuah kebohongan, bahwa mereka bahan tidak bisa memberikan keamanan bagi semua perempuan yang terus-menerus dipukuli, diperkosa, dan dibunuh di dunia-dunia mereka, baik mereka dunia progresif atau reaksioner.

Berapa banyak perempuan-perempuan telah dibunuh di dunia-dunia progresif dan reaksioner itu saat kamu membaca kata-kata ini, compañera, saudara ? Mungkin kamu telah mengetahui ini tetapi kami akan memberi tahu kamu dengan jelas di sini di wilayah Zapatista, tidak ada seorang perempuan lajang telah dibunuh untuk selama bertahun-tahun. Bayangkan, dan mereka memanggil kami terbelakang, bodoh, dan tidak penting.

Mungkin kami tidak mengetahui feminisme terbaik, mungkin kami tidak mengatakan “cuerpa” [a feminization of “cuerpo,” or tubuh] atau bagaimana kamu mengubah semua kata-kata, mungkin kami tidak mengetahui apa “kesetaraan gender” atau hal-hal lain dengan terlalu banyak tulisan-tulisan untuk dihitung. Bagaimanapun juga bahwa konsep mengenai “kesetaraan gender” tidak bahkan diformulasikan-dengan baik karena itu hanya merujuk kepada perempuan-perempuan dan laki-laki, dan bahkan kami, dianggap bodoh dan terbelakang, tahu bahwa ada orang-orang yang bukan laki-laki dan perempuan dan yang kami sebut “others” [otroas] tetapi yang menyebut diri mereka sendiri apapun yang mereka rasa suka. Tidak mudah bagi mereka untuk mendapatkan hak untuk menjadi apa adanya tanpa bersembunyi karena mereka diejek, dianiaya, dilecehkan, dan dibunuh. Mengapa mereka harus diwajibkan menjadi laki-laki atau perempuan-perempuan, untuk memilih satu sisi atau lainnya ? Jika mereka tidak ingin memilih maka mereka tidak harusnya tidak dihormati pada pilihan itu. Bagaimana kami akan mengeluh bahwa kami tidak dihormati sebagai perempuan-perempuan jika kami tidak menghargai orang-orang ini ? Mungkin kami berpikir seperti ini karena kami hanya sedang memberitahukan mengenai apa yang kami telah lihat di dunia-dunia lain dan kami tidak mengetahui banyak mengenai hal-hal ini. Apa yang kami ketahui adalah bahwa kami berjuang untuk kebebasan kami dan sekarang kami harus berjuang untuk mempertahankannya sehingga sejarah menyakitkan yang diderita nenek-nenek kami tidak dialami oleh cucu-cucu perempuan dan anak-anak perempuan kami.

Kami harus berjuang supaya kami tidak mengulangi sejarah dan kembali ke sebuah dunia di mana kami hanya memasak makanan dan melahirkan anak-anak, hanya melihat pertumbuhan mereka dalam penghinaan, rasa tidak hormat, dan kematian.

Kami tidak bangkit untuk kembali ke hal yang sama.

Kami belum melawan selama 25 tahun untuk akhirnya melayani turis-turis, bos-bos, dan pengawas-pengawas.

Kami tidak akan berhenti melatih diri kami untuk bekerja di bidang pendidikan, kesehatan, budaya, dan media; kami tidak akan berhenti menjadi otoritas-otoritas otonom untuk menjadi pekerja-pekerja hotel dan restoran, melayani orang-orang asing untuk beberapa peso. Bahkan tidak masalah jika beberapa peso atau banyak peso, apa yang penting bahwa harga diri kami tidak ada harganya.

Karena itulah yang mereka inginkan, compañera, saudara, bahwa kami menjadi budak-budak di tanah-tanah kami sendiri, menerima beberapa sedekah dengan imbalan membiarakan mereka menghancurkan komunitas kami.

Compañera, saudara:

Ketika kamu datang ke gunung-gunung ini untuk pertemuan tahun 2018, kami melihat bahwa kamu memandang kami dengan rasa hormat, mungkin bahkan dengan kekaguman. Tidak semua orang menunjukan rasa hormat itu—kami tahu bahwa beberapa orang datang hanya untuk mengkritik kami dan memandang rendah kami. Namun itu tidaklah masalahnya—Dunia ini besar dan penuh dengan berbagi macam perbedaan pikiran dan ada orang-orang yang memahami bahwa tidak semua dari kita bisa melakukan hal yang sama dan mereka yang tidak. Kami bisa menghormati perbedaan itu, compañera, saudara, karena bukan untuk apa pertemuan itu, untuk melihat siapa yang akan memberikan kami ulasan-ulasan bagus atau buruk. Itu untuk bertemu dan memahami satu sama lain sebagai perempuan-perempuan yang berjuang.

Demikian juga, kami tidak ingin kamu memandang kami sekarang dengan rasa kasihan atau malu, seolah-olah kami adalah pelayan-pelayan menerima pesanan-pesanan yang disampaikan dengan kurang lebih sopan atau kasar, atau seolah-olah kami adalah vendor-vendor yang menjajakan harga kerajinan atau buah dan sayur-sayur atau apapun. Tawar menawar adalah apa yang para perempuan kapitalis lakukan, meskipun tentu saja ketika mereka pergi ke mall mereka tidak melakukan tawar menawar terhadap harga; mereka membayar apa pun yang diminta kapitalis dengan penuh dan lebih, mereka melakukannya begitu senang.

Tidak compañera, saudara. Kami akan berjuang dengan seluruh kekuatan kami dan segala yang kami telah peroleh melawan mega-peoyek-mega-proyek ini. Jika tanah-tanah kami ditaklukkan, itu akan menjadi darah perempuan-perempuan Zapatista. Itulah yang kami telah putuskan dan Itulah apa yang kami ingin lakukan.

Tampak bahwa pemerintah-pemerintah baru yang jahat ini berpikir bahwa karena kami adalah perempuan-perempuan, kami akan segera menurunkan pandangan kami dan mematuhi bos dan pengawas-pengawas barunya. Mereka berpikir apa yang kami sedang cari adalah seorang bos baik dan upah yang layak. Itu bukanlah apa yang kami sedang cari. Apa yang kami inginkan adalah kebebasan, sebuah kekebasan yang tidak dapat diberikan siapapun kepada kami karena kami harus memenangkannya sendiri melalui perjuangan, dengan darah kami sendiri.

Apakah kamu berpikir bahwa ketika kekuatan pemerintah baru yang jahat itu—paramiliternya, penjaga nasionalnya—datang kepada kami kami akan menerima mereka dengan hormat, rasa syukur, dan kebahagiaan ? Tidak. Kami akan menemui mereka dengan perjuangan kami dan kemudian kami akan melihat apakah mereka belajar bahwa perempuan-perempuan Zapatista itu tidak menyerah, menyerah, atau berkhianat.

Tahun lalu selama pertemuan perempuan kami membut usaha keras untuk memastikan bahwa kamu, compañera dan sudara, senang dan aman dan gembira. Meskipun demikian, kami memiliki setumpukan besar komplain-komplain yang kamu tinggalkan kepada kami: bahwa papan-papan [yang kamu tiduri] keras, bahwa kamu tidak menyukai makanan, makanan-makanan itu mahal, bahwa ini atau itu harus atau tidak seharusnya dengan cara ini atau cara itu. Tetapi kemudian kami akan mengatakan kepadamu lebih banyak mengenai pekerjaan kami dalam menyiapkan pertemuan itu dan mengenai kritik-kritik kami terima.

Apa yang ingin kami sampaikan kepadamu sekarang adalah bahwa meskipun dengan seluruh komplain dan kritik, kamu aman di sini: tidak ada laki-laki jahat atau bahkan laki-laki baik memandang kamu atau menghakimi kamu. Seluruhnya perempuan di sini, kami bisa membuktikannya.

Sekarang tidak aman lagi, karena kapitalisme akan datang kepada kami, untuk semuanya, dan berapapun harganya. Penyerangan ini sekarang mungkin karena mereka berkuasa merasa bahwa banyak orang-orang mendukung mereka dan akan menghargai mereka tidak peduli apapun kekejaman mereka lakukan. Apa yang mereka akan lakukan menyerang kami dan kemudian memeriksa jajak pendapat untuk melihat apakah peringkat-peringkat mereka masih naik, lagi dan lagi sampai kami dibinasakan.

Bahkan ketika kami menulis surat ini, serangan-serangan paramiliter telah mulai. Mereka adalah kelompok-kelompok yang sama seperti biasanya—pertama mereka diasosiakan dengan PRI, kemudian PAN, kemudian PRD, kemudian PVEM, dan sekarang dengan MORENA.

Jadi kami menulis untuk memberitahukan kamu, bahwa kami tidak akan menyelenggarakan sebuah pertemuan perempuan di sini, namun kamu harus melakukan itu di tanah-tanah kamu, sesuai waktu dan caramu. Dan meskipun begitu kami tidak akan hadir, kami akan memikirkan kamu.

Compañera, saudara:

Jangan berhenti berjuang. Bahkan jika kapitalis-kapitalis jahat dan pemerintah-pemerintah baru yang jahat mendapatkan jalan mereka dan memusnahkan kami, kamu harus tetap berjuang di duniamu. Itulah yang kami sepakati dalam pertemuan itu: bahwa kami semua akan berjuang supaya tidak ada perempuan di setiap sudut dunia akan menjadi takut menjadi seorang perempuan.

Compañera, saudara: sudut dunia kamu adalah sudut kamu di mana untuk berjuang, sama seperti perjuangan kami di sini di wilayah Zapatista.

Pemerintah-pemerintah baru yang jahat berpikir bahwa mereka akan mengalahkan kami dengan mudah, bahwa ada sangat sedikit dari kami dan tidak ada satupun dari dunia lain mendukung kami. Namun itu tidaklah masalahnya, compañera, saudara, karena meskipun hanya ada satu orang dari kami tersisa, ia akan berjuang mempertahankan kebebasan kami.

Kami tidak takut, compañera, saudara.

Apakah kami tidak takut 25 tahun lalu ketika bahkan tidak ada satupun tahu kami ada, kami tentu tidak akan menjadi takut sekarang bahwa kamu telah melihat kami—bagaimanapun kamu melihat kami, baik atau buruk, tetapi kamu melihat kami.

Compañera, hermana:

Jagalah cahaya kecil itu yang kami berikan kepadamu. Jangan biarkan ia padam.

Bahkan jika cahaya kami dipadamkan dengan darah kami, bahkan jika cahaya-cahaya lain padam di tempat-tempat lain, jagalah cahayamu meskipun ketika masa-masa sulit, kita harus tetap menjadi diri kita apa adanya, dan kita adalah perempuan-perempuan yang berjuang.

Itu saja yang kami ingin sampaikan, compañera, saudara. Singkatnya, kami tidak akan menyelenggarakan sebuah pertemuan perempuan di sini; kami tidak akan berpartisipasi. Jika kamu menyelenggarakan pertemuan di dunia kamu dan setiap orang bertanya kepada kamu di mana Zapatista-Zapatista, dan mengapa mereka tidak datang, katakan kepada mereka kebenarannya: katakan kepada mereka bahwa perempuan-perempuan Zapatista sedang berjuang di sudut dunia mereka untuk kebebasan mereka.

Itu saja, compañeras, saudara, jagalah dirimu. Mungkin kita tidak akan bertemu lagi.

Mungkin mereka akan mengatakan kepada kamu untuk tidak bersusah-payah memikirkan mengenai Zapatista-Zapatista lagi karena mereka tidak lagi ada. Mungkin mereka akan mengatakan kepada kamu bahwa tidak ada lagi Zapatista-Zapatista.

Tetapi ketika kamu berpikir bahwa mereka benar, bahwa kami telah dikalahkan, kamu akan melihat bahwa kami masih melihat kamu dan bahwa salah satu dari kami, tanpa kamu bahan menyadari itu, telah mendekati kamu dan berbisik ke telingamu, satu-satunya untuk kamu dengar: “Dimana cahaya kecil itu yang kami berikan kepada kamu?”

Dari Peggunungan di Meksiko Tenggara

Para Perempuan Zapatista

Februari 2019

catatan:

[1] Tanah genting di Meksiko yang merupakan daratan tersempit yang memisahkan Teluk Meksiko dengan Samudra Pasifik. Sebelum pembukaan Terusan Panama, terusan ini menjadi rute pelayaran yang disebut Rute Tehuantepec. Namanya diambil dari kota Santo Domingo Tehuantepec di negara bagian Oaxaca; nama ini berasal dari bahasa Nahuatl tecuani-tepec yang berarti “bukit jaguar”. https://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_genting_Tehuantepec

 

Kapal Orang Orang Tolol

Pada suatu ketika, seorang kapten dan para perwira dari sebuah kapal merasa yakin atas perjalanan mereka mengarungi lautan, penuh percaya diri dan bangga dengan diri mereka sendiri, sehingga mereka menjadi gila. Mereka membelokkan kapal mereka ke utara dan berlayar hingga mereka berpapasan dengan gunung-gunung es dan gumpalan-gumpalan es terapung yang berbahaya, dan mereka tetap berlayar ke utara menuju perairan yang semakin berbahaya, semata-mata demi memberikan kesempatan pada diri mereka sendiri untuk melakukan perbuatan-perbuatan pelayaran yang jauh lebih brilian.
Sebagaimana kapal tersebut mencapai garis lintang yang semakin tinggi, para penumpang dan awak kapal semakin merasa tak nyaman. Mereka mulai berselisih di antara mereka sendiri dan mengeluhkan kondisi-kondisi hidup mereka.
“Aku menggigil,” ujar seorang jurumudi, “Seakan inilah pelayaran terburuk yang pernah aku lakukan. Dek penuh dengan es; saat aku melongok keluar, angin menusukku seperti pisau menembus jaketku; setiap saat aku menghindari karang aku harus menggerakkan seluruh jemariku yang membeku; dan untuk semua itu aku hanya mendapatkan lima shilling per bulan yang menyedihkan!”
“Kau pikir apa yang kamu terima itu buruk!” ujar seorang penumpang perempuan, “Aku tidak bisa tidur di malam hari karena dingin. Para perempuan di kapal ini tidak mendapatkan selimut sebanyak yang didapatkan para lelaki. Hal ini tidak adil!”
Seorang kelasi Meksiko menimpali, “¡Chingado! Aku hanya mendapatkan setengah dari upah para pelaut Anglo. Kami membutuhkan banyak makanan agar menjaga tubuh kami agar tetap hangat di tengah iklim seperti ini, dan aku tidak mendapatkan jatahku; para Anglo mendapatkan lebih banyak. Dan yang paling buruk dari semua hal tersebut adalah bahwa mereka selalu memberi perintah padaku dalam bahasa Inggris, bukannya Spanyol.”
“Aku memiliki lebih banyak alasan untuk mengeluh dibanding siapapun juga,” ujar seorang kelasi Indian Amerika, “Apabila para muka pucat tidak merampok tanah-tanah leluhurku, aku tak akan berada di atas kapal ini, di sini di antara gunung es dan angin Arctic. Aku akan hanya mendayung kano di sebuah danau yang indah dan tenang. Aku layak diberi kompensasi. Dan pada akhirnya, sang kapten harus membiarkanku ikut bermain judi agar aku bisa mendapatkan uang.”
Seorang homoseks turut berkata, “Kemarin seorang perwira pertama menghinaku karena aku melakukan oral seks. Aku berhak melakukan oral seks tanpa harus mendapatkan penghinaan.”
“Bukan hanya manusia yang diperlakukan tak adil di atas kapal ini,” seling seorang penyayang binatang yang berada di antara para penumpang, suaranya gemetar penuh kemarahan, “Kenapa, minggu lalu aku melihat perwira kedua menendang anjing kapal ini dua kali.”
Salah seorang dari para penumpang adalah seorang profesor universitas. Dengan meremas-remas tangannya, ia menyatakan, “Semua ini mengerikan! Tak bermoral! Rasisme, seksisme, homofobia dan pengeksploitasian kelas pekerja! Ini adalah diskriminasi! Kita harus memiliki keadilan sosial: upah yang setara bagi kelasi Meksiko, upah lebih tinggi bagi semua kelasi, kompensasi bagi Indian, jumlah selimut yang sama bagi para perempuan, sebuah hak yang dijamin untuk melakukan oral seks, dan tak ada lagi tendangan terhadap anjing.”
“Ya, ya!” seru para penumpang. “Aye-aye!” seru para awak kapal. “Ini semua adalah diskriminasi! Kita harus menuntut hak-hak kita!”
Seorang awak kabin berdehem.
“Ehm. Kalian semua memiliki alasan-alasan yang bagus untuk dikeluhkan. Tetapi bagiku tampaknya apa yang harus kita lakukan adalah memutar kapal ini dan berlayar kembali menuju selatan, karena apabila kita terus berlayar ke utara sudah pasti cepat atau lambat kita akan tenggelam, dan kemudian, upah kalian, selimut kalian, hak kalian untuk melakukan oral seks, tak akan berguna lagi, karena kita semua tenggelam.”
Tetapi tak seorangpun yang memperhatikan dirinya, karena ia hanyalah seorang awak kabin.
Sang kapten dan para perwira, dari stasiun mereka di atas dek buritan, telah melihat dan mendengarkan. Kini mereka tersenyum dan berkedip pada sesamanya, dan dengan satu gerakan saja dari sang kapten, seorang perwira ketiga turun dari atas dek buritan, melangkah menuju ke tempat di mana para penumpang dan awak kapal berkumpul, sambil menembus kerumunan. Ia memasang mimik muka serius di wajahnya dan lantas berkata, “Kami para perwira menyatakan bahwa beberapa hal yang tak termaafkan sedang terjadi di kapal ini. Kami tidak menyadari seberapa buruk situasinya hingga kami mendengar keluhan-keluhan kalian. Kami adalah orang-orang yang beritikad baik dan ingin melakukan tindakan-tindakan yang benar bagi kalian. Tetapi, yah, sang kapten cenderung konservatif dan melakukan caranya sendiri, dan mungkin harus sedikit didorong dulu sebelum ia membuat beberapa perubahan-perubahan yang substansial. Menurut pendapatku pribadi, apabila kalian memprotes dengan giat-tetapi dengan tetap damai dan tanpa melanggar aturan-aturan di atas kapal ini-kalian akan menggoyangkan sang kapten dari kebekuannya dan memaksanya agar mengurusi masalah-masalah yang baru saja kalian keluhkan.”
Setelah mengatakan hal tersebut, perwira ketiga tersebut kembali ke atas dek buritan. Sebagaimana ia pergi, para penumpang dan awak kapal berseru kepadanya, “Moderat! Reformis! Liberal yang sok baik! Kakitangan kapten!” Tetapi mereka melakukan juga apa yang diucapkan sang perwira. Mereka berkumpul di sebuah sisi kapal di hadapan dek buritan, meneriakkan hinaan-hinaan terhadap para perwira dan mengajukan tuntutan untuk hak-hak mereka, “Aku ingin upah lebih tinggi dan kondisi-kondisi kerja yang lebih baik,” seru jurumudi. “Jumlah selimut yang sama bagi perempuan,” seru sang penumpang perempuan. “Aku ingin menerima perintah dalam bahasa Spanyol,” seru sang kelasi Meksiko. “Aku ingin mendapatkan hak untuk mengikuti permainan judi,” seru sang kelasi Indian. “Aku tidak ingin dihina,” seru sang homoseks. “Tak ada lagi yang menendang anjing,” seru sang penyayang binatang. “Revolusi sekarang juga,” seru sang profesor.
Sang kapten dan para perwira berkumpul dan melakukan rapat selama beberapa menit, saling berkedip, mendengus dan tersenyum beberapa saat antara satu sama lain. Kemudian sang kapten melangkah ke depan dek buritan dan, dengan memperlihatkan itikad baiknya, menyatakan bahwa upah sang kelasi yang cakap akan dinaikkan sebanyak enam shilling per bulan; upah kelasi Meksiko akan dinaikkan sebanyak dua pertiga dari kelasi Anglo, dan perintah untuk menjalankan kapal akan diucapkan dalam bahasa Spanyol; para penumpang perempuan akan menerima tambahan satu selimut; kelasi Indian akan diperbolehkan untuk bermain judi setiap Sabtu malam; sang homoseks tak akan dihina selama ia tetap melakukan oral seks di tempat yang tertutup; dan anjing tak akan ditendang kecuali anjing tersebut melakukan tindakan yang benar-benar nakal, seperti mencuri makanan dari dapur.
Para penumpang dan awak kapal merayakan keputusan-keputusan tersebut sebagai sebuah kemenangan besar, tetapi keesokan harinya mereka kembali merasa tak puas.
“Enam shilling per bulan itu terlalu sedikit, dan jari-jariku masih membeku saat aku menjalankan kapal,” umpat sang juru mudi. “Aku masih tidak mendapatkan upah yang sama dengan para kelasi Anglo, ataupun makanan yang cukup untuk iklim yang seperti ini,” ujar sang kelasi Meksiko. “Kami perempuan masih tidak mendapat cukup selimut untuk membuat badan kami hangat,” ujar sang penumpang perempuan. Para kelasi dan penumpang lain menyuarakan keluhan-keluhan yang serupa, dan sang profesor mengambil kesimpulan dari semuanya.
Saat mereka semua telah selesai berbicara, sang awak kabin berkata-kali ini dengan suara lebih keras sehingga yang lain tak akan lagi tak memperhatikannya.
“Memang sangat buruk apabila anjng tersebut ditendang hanya karena mencuri sedikit roti dari dapur, dan apabila para perempuan tidak mendapatkan jumlah selimut yang setara, dan sang jurumudi membeku jemarinya, dan aku juga tidak melihat alasan mengapa homoseks tidak boleh melakukan oral seks kapanpun ia mau. Tetapi perhatikan seberapa tebal gunung-gunung es sekarang, dan bagaimana hembusan angin semakin kencang dan semakin kencang! Kita harus mengubah arah kapal ini kembali ke selatan, karena apabila kita tetap meluncur ke utara kita akan menabrak dan tenggelam.”
“Oh ya,” ujar sang homoseks, “Bukankah mengerikan apabila kita terus berlayar ke utara. Tetapi mengapa aku harus melakukan orang seks di tempat tertutup? Mengapa aku harus mendapat penghinaan? Bukankah aku setara dengan orang lainnya?”
“Berlayar menuju utara memang mengerikan,” ujar sang penumpang perempuan, “Tetapi tidakkah kau lihat? Itu alasannya mengapa perempuan membutuhkan lebih banyak selimut agar tetap hangat. Aku menuntut jumlah selimut yang setara bagi perempuan, sekarang juga!”
“Cukup benar,” ujar sang profesor, “Bahwa berlayar ke utara memberikan kesulitan-kesulitan pelayaran yang lebih besar bagi kita semua. Tetapi mengubah arah haluan ke selatan jelas tidak realistis. Engkau tak dapat mengembalikan waktu. Kita harus bersikap dewasa dalam berurusan dengan situasi seperti ini.”
“Lihat,” ujar sang awak kabin, “Apabila kita membiarkan empat orang gila di dek buritan itu menjalankan apa yang mereka mau, kita semua akan tenggelam. Apabila kita dapat membawa kapal ini keluar dari bahaya, maka barulah kita bisa mulai khawatir tentang kondisi-kondisi kerja, selimut bagi para perempuan, hak untuk melakukan oral seks. Tetapi pertama-tama kita harus membuat kapal ini berbalik arah. Apabila beberapa dari kita bekerjasama, membuat rencana dan memperlihatkan sedikit keberanian, kita dapat menyelamatkan diri kita semua. Tidak perlu terlalu banyak-enam atau delapan orang saja cukup. Kita dapat mengambil alih buritan, menyingkirkan mereka dari posisinya, dan membelokkan kapal ke arah selatan.”
Sang profesor mendenguskan hidungnya dan bersuara keras, “Aku tidak percaya pada kekerasan. Itu tak bermoral.”
“Sangat tidak etis untuk menggunakan kekerasan,” ujar sang homoseks.
“Aku takut pada kekerasan,” ujar sang penumpang perempuan.
Sang kapten dan para perwira telah melihat dan mendengarkan selama beberapa saat. Dengan sebuah sinyal dari sang kapten, perwira ketiga melangkah turun ke dek utama. Ia melangkah menuju ke arah para penumpang dan awak kapal, berkata pada mereka bahwa masih juga banyak masalah di atas kapal.
“Kita telah membuat beberapa kemajuan,” ujarnya, “Tetapi masih banyak yang harus dilakukan. Kondisi-kondisi kerja bagi jurumudi masih sulit, kelasi Meksiko masih mendapat upah yang tak setara dengan kelasi Anglo, para perempuan masih juga tidak mendapatkan selimut yang sama banyak dengan para lelaki, permainan judi Sabtu malam bagi sang Indian juga masih berupa kompensasi yang jauh dari cukup atas tanahnya yang hilang, sama sekali tak adil bagi homoseks apabila ia hanya boleh melakukan oral seks di tempat tertutup, dan anjing itu masih juga ditendang.
“Aku pikir sang kapten harus didorong lagi. Akan sangat membantu apabila kalian menyelenggarakan protes lagi-selama tidak dengan kekerasan.”
Sebagaimana sang perwira ketiga berjalan kembali ke buritan, para penumpang dan awak kapal mengeluarkan hinaan-hinaan padanya, tetapi mereka juga tetap menjalankan apa yang sang perwira katakan dan berkumpul di depan buritan untuk melakukan protes lagi. Mereka berseru dan mengoceh serta mengacungkan kepalan tangan mereka, dan bahkan mereka juga melemparkan sebuah telur busuk pada sang kapten (yang mana dengan lihai dielakkannya).
Setelah mendengarkan keluhan-keluhan mereka, sang kapten dan perwira berkumpul dan melakukan sebuah rapat, yang mana selama rapat mereka saling berkedip dan meringis dengan sesamanya. Kemudian sang kapten melangkah ke depan dek buritan dan menyatakan bahwa sang jurumudi akan diberi sarung tangan agar jemarinya tetap hangat, kelasi Meksiko akan menerima upah yang setara dengan tiga per empat upah kelasi Anglo, para perempuan akan mendapatkan tambahan selimut, kelasi Indian diperbolehkan berjudi pada Sabtu malam dan Minggu malam, sang homoseks diperbolehkan melakukan oral seks di manapun setelah hari gelap, dan tak ada seorangpun yang boleh menendang anjing tanpa seijin kapten kapal.
Para penumpang dan awak kapal bergembira atas kemenangan revolusioner besar ini, tetapi keesokan harinya mereka kembali merasa tak puas dan mulai menggerutu atas kesulitan-kesulitan yang sama dalam pelayaran tersebut.
Kali ini sang awak kabin menjadi marah.
“Kalian tolol!” teriaknya, “Tidakkah kalian lihat apa yang sang kapten dan para perwiranya lakukan? Mereka terus membuat kalian berpikir pada kesialan-kesialan tak penting seperti selimut dan upah dan anjing yang ditendang sehingga kalian tidak akan berpikir tentang apa yang sebenarnya salah dengan kapal ini-bahwa kapal ini terus berlayar semakin dan semakin jauh ke utara dan kita semua akan tenggelam. Apabila saja beberapa dari kalian sadar, bekerjasama, dan mengambil alih buritan, kita dapat memutar arah kapal ini dan menyelamatkan kita semua. Tapi semua yang kalian lakukan hanyalah mengeluhkan isu-isu remeh seperti kondisi-kondisi kerja dan permainan judi dan hak untuk melakukan oral seks.”
Para penumpang dan awak kapal mulai naik darah.
“Menyedihkan!” seru sang Meksiko, “Apakah pikirmu memang wajar kalau aku hanya mendapatkan tiga per empat upah seorang kelasi Anglo? Bukankah itu menyedihkan?”
“Bagaimana bisa engkau menyebut kesialanku ini tidak penting?” seru sang homoseks, “Tidakkah engkau tahu bahwa dihina itu sangat menyakitkan?”
“Menendang anjing itu bukanlah sebuah isu yang remeh!” seru sang penyayang binatang, “Hal tersebut tak berperasaan, kejam dan brutal!”
“Baiklah kalau begitu,” jawab sang awak kabin, “Isu-isu tersebut tidak remen dan penting. Menendang anjing adalah tindakan yang kejam dan brutal, serta sangat menyakitkan kalau dihina. Tetapi dibandingkan dengan masalah utama kita-dibandingkan pada fakta bahwa kapal kita masih mengarah ke utara-kesialan-kesialan kalian menjadi sesuatu yang remeh dan tak penting, karena apabila kita tidak sesegera mungkin mengubah arah kapal ini, kita semua akan tenggelam.”
“Fasis!” ujar sang profesor.
“Kontra-revolusioner!” ujar sang penumpang perempuan. Dan seluruh penumpang serta awak kapal saling berbicara di antara mereka sendiri, menyebut sang awak kabin sebagai seorang fasis dan kontra-revolusioner. Mereka mendorong sang awak kabin ke pinggir dan kembali menggerutu tentang upah, tentang selimut bagi para perempuan, dan tentang hak untuk melakukan oral seks, dan juga tentang bagaimana anjing harus diperlakukan.
 
Kapal tersebut tetap berlayar ke arah utara, dan setelah beberapa saat, kapal tersebut terjepit hingga hancur di antara dua buah gunung es dan semua orang tenggelam.
 
 
Ted Kaczynski (1999)

Kami Ingin Melihat Bintang-Bintang Bersinar

Sebuah jaringan untuk merebut dan melumpuhkan kehidupan, untuk membunuh atau memperbudak. Jaringan listrik terpusat tidak pula berbeda dengan: ketergantungan terhadap ‘kemajuan’ dan ‘kebebasan’ yang dipaksakan pada kita adalah sebuah bentuk perbudakan terselubung, produksi dan konsumsi energi hanya membawa penyakit dan kematian.
“Kebutuhan” energi listrik adalah bukan tidak mungkin, kebutuhan yang diinduksikan oleh sistem? Apa manfaat terbaik yang dapat kita nikmati berkat energi listrik dan seluruh jaringannya?
Alarm yang memperpendek jam tidur dan memotong mimpi kita, mengumumkan kalimat tentang hari yang lain dari sebuah kerja paksa?
Radio yang mengindoktrinasikan bawah sadar kita sementara kita melakukan sarapan dengan cepat, diguncang oleh pikiran untuk tiba sebelum jadwal kerja, yang membuat gusar – berdasarkan kasus – untuk pemilik lahan atau profesor?
Kereta bawah tanah, angkutan umum, bus listrik “ekologi” atau kereta-kereta yang mengangkut dan mengantarkan kita menuju tempat operasi dan penjara yang bagi kita seperti lantai berputar di sebuah rumah pembantaian yang sangat besar?
Lampu lalu lintas yang mengatur dan membatasi pergerakan kita, baik dalam mobil atau ketika berjalan kaki?
Kamera video yang seperti pasukan gargoyle (monster bersayap), mengawasi setiap gerakan kita dan mencoba menimbulkan rasa takut dalam diri kita saat melakukan sesuatu, untuk mempertahankan status quo?
Jaringan listrik telah disucikan dalam bagian dari abad pertengahan Kristen-sentris, menuju antroposentris renaisans, sampai saat ini dehumanisasi total dan penghancuran kehidupan dalam masa technosentris.
Apakah kita hanya perlu menghentikan manfaat keberadaan dan perluasan industri?
Kami sekarat saat bekerja, di tempat yang sama dengan perbudakan, atau meninggal kemudian secara perlahan dalam penderitaan karena penyakit yang dihasilkan oleh kerja (tanpa melupakan tentang jiwa yang tercekik oleh pengabdian atau karena dasi yang memisahkan kepala dengan tubuh, tersedak sampai mati).
Di luar tempat kerja: keracunan menyebar luas, demokratis, para dermawan.
Ini adalah jaringan listrik utama yang memungkinkan pengoperasian kawasan industri, produksi dan pengangkutan barang-barang konsumsi dan komoditas yang tidak diperlukan, bahan baku sering berasal dari subjek terjajah menuju pemangsa perang dan mereka bertopeng sebagai agama / kedaerahan/ konflik etnis.
Sementara itu masih hidup sebuah jaringan yang sama yang mempertahankan aparatur negara dan antek-antek internasional, birokrasi dan konsekuensi mereka, sistem komunikasi, bank, pabrik-pabrik, laboratorium, sekolah dan sarana dari propaganda lainnya…
Energi listrik yang sama yang memberi “makan” represi yang berasal dari stasiun polisi dan sistem komputer science mereka, arsip pidana, database, dan lain-lain.
Hal yang sama yang menerangi ruangan pengadilan, kekuasaan detektor logam dan sebagainya.
Energi yang sama yang membantu untuk menahan narapidana yang tidak diinginkan di penjara, pusat penahanan untuk imigran atau rumah sakit jiwa …
Sementara itu, menjadi bagian dari “keuntungan” berarti anda secara otomatis dipenjarakan dalam simpul yang lain dari jaringan listrik: supermarket, toko, ruang senam, tempat “seni” dan “budaya”, restoran, bar, diskotik – kesemuanya sama dalam mempertahankan ilusi dari “kehidupan”, siang dan malam, walaupun bagi banyak orang masih ada perasaan sadar yang mendalam akan ketidaknyamanan terhadap sesuatu yang tidak benar.
Sensasi dalam menjalani kehidupan tidak mungkin dibersihkan hanya dengan satu kali mandi dengan air hangat atau dengan menceburkan diri saat senja dalam kemilau televisi.
Tidak ada Playstation (dan tidak ada candu lainnya) yang akan memecahkan rasa ketidak nyamanan kita melawan eksistensi; Seperti juga, hayalan tentang ‘liburan’ yang ditemukan lebih dari abad yang lalu tidak pernah, tidak akan mampu dan tidak akan pernah bisa menjadi lebih dari sekedar jalan keluar sederhana (yang juga dipenuhi oleh jaringan listrik) untuk menjaga sedemikian rupa para pasifis dan budak-budak produktif.
Untuk memisahkan diri dari jaringan listrik ini – terdiri dari perbudakan dan kematian – adalah dengan menyerang dasar dari sistem.
Dalam kenyataanya, energi listrik berfungsi untuk mempertahankan masyarakat teknologi.
Kita memiliki matahari, kita memiliki api …
Tentu saja, revolusi tidak akan tanpa rasa sakit, namun, melawan ketidakmungkinan “perbaikan” sistem yang didirikan diatas kekuasaan dan kematian, apakah ada alternatif lain yang lebih efektif?
Kami ingin melihat bintang-bintang bersinar, seluruhnya.
Dan jika tahun ini benar-benar harus memiliki pohon Natal, maka itu akan dihiasi seperti salah satu pohon natal di alun-alun parlemen Athena.
Sampai suatu saat …
*dicuri seenaknya dari web blog negasi.

Percaya VS Berpikir

Mungkin masih banyak di antara kita, bahkan juga di kalangan mereka yang mengklaim dirinya seorang free-thinker, di Indonesia, yang masih berkata, “Aku percaya sama kekuatan magis” atau “Aku percaya hantu” dan sejenisnya. Dan masalahnya, hanya sedikit sekali dari mereka yang masih percaya tersebut pernah benar-benar mengalami sendiri fenomena yang mereka percayai tersebut. Kebanyakan hanya mendengar kisahnya dari teman, atau saudara, atau temannya temannya teman yang entah siapa mereka sumber berita aslinya. Saat ada sebuah pengalaman langsung berhasil dialami, biasanya tak pernah ada pertanyaan-pertanyaan lanjutan atas hal tersebut, melainkan hanya sekedar langsung dicerna dan berkata, “Ternyata hal ini benar persis seperti apa yang dikatakan oleh banyak orang”. Saat seseorang yang pernah mengalami langsung, dan tetap mengajukan keraguan dan berbagai pertanyaan, maka orang tersebut biasanya langsung dicap sebagai seorang rasionalis yang sudah keterlaluan.

Neo pagan dan mistikisme telah begitu dalam melakukan penetrasi dalam kehidupan masyarakat kita, terlebih lagi di Indonesia, juga dalam lingkar kaum yang mengaku dirinya revolusioner –sesuatu yang sesungguhnya menguburkan sikap skeptik yang sehat yang sangat esensial untuk dapat menyerang penguasa. Kita semua telah dilatih sejak kecil untuk percaya… untuk menerima sebuah ide tanpa perlu mempertanyakan sesuatu lebih jauh dan menginterpretasikan pengalaman harian kita berdasarkan sebuah ide yang diajukan. Sejak kita hanya diajarkan untuk percaya, bukan bagaimana caranya berpikir, maka saat kita menolak lagi kepercayaan yang sudah umum, kita akan mencari alternatifnya dalam sistem kepercayaan lain, bukannya mulai belajar untuk mencari pemahaman atas diri dan dunia kita sendiri berdasarkan kepercayaan-kepercayaan yang telah ada. Kita memeluknya, tanpa menginterpretasikannya. Saat penolakan ini termasuk sebuah kritik atas kehidupan masyarakat modern, seseorang biasanya langsung kembali ke dalam keyakinan mistik seperti kembali ke alam a la animisme apabila ia tidak malah memeluk agama-agama yang tersedia berderet-deret untuk dipilih seperti di supermarket.

Hanya sedikit dari kita yang tidak lagi tertarik pada sistem kepercayaan apapun. Orang-orang seperti inilah yang berusaha membentuk hidupnya sendiri dengan mulai belajar untuk berpikir sendiri berdasarkan apa yang ada dan dipelajari, dan pemikiran seperti ini tidak ada kaitannya dengan masalah kepercayaan dalam bentuk apapun juga.

Mungkin salah satu alasan mengapa banyak di antara mereka yang menganggap dirinya progresif masih berdiri jauh dari sikap skeptis –selain karena percaya adalah jauh lebih mudah– adalah karena para rasionalis sains telah mengklaim bahwa diri mereka skeptis saat mereka memapankan sistem kepercayaan yang otoritatif. Perhatikan bagaimana publikasi-publikasi, bahkan yang ditulis oleh kaum progresif sekalipun, sebesar apapun mereka menyerang sistem ini, mereka gagal dalam melepaskan diri dari konteks percaya pada sesuatu; entah itu percaya pada ideologi Marxis-Leninisme (yang mengaku saintifik), ataupun nasionalisme (yang mengaku rasional). Tetapi bahkan publikasi dari para atheispun tidak dapat meletakkan visi skeptis mereka pada sains yang telah mapan, mereka cenderung menyerang apapun yang mereka inginkan, dengan memberi kepercayaan pada sains modern. Telah begitu lama sains berhasil menyembunyikan fakta bagaimana mereka tidak berbeda dengan sistem kepercayaan. Memang, observasi dan eksperimentasi adalah langkah-langkah penting dalam menyusun sebuah kerangka pemikiran seseorang, sebagaimana juga yang telah dilakukan oleh sains. Tetapi masalahnya sains tidak mengaplikasikan metoda tersebut dengan bebas demi mengeksplorasi hidup otonom, melainkan menggunakannya ke dalam sistem kepercayaan.

Stephen Jay Gould misalnya, ia adalah seorang yang mengaku rasional, percaya hanya pada sains. Dalam salah satu bukunya, ia mencantumkan sebuah diskusi yang mendasari sains. Ia menyatakan dengan jelas bahwa dasar dari sains bukanlah –seperti yang telah diketahui secara umum– “metoda saintifik” (atau observasi empirik dan eksperimentasi), melainkan sebuah sistem kepercayaan bahwa ada sebuah hukum universal dimana alam memiliki aturannya dan cara beroperasinya sendiri. Ia juga menekankan bahwa metoda empirik hanya dapat menjadi sains saat diterapkan dalam konteks kepercayaan ini. Para rasionalis skeptis dengan gembira melecehkan kepercayaan pada hal-hal metafisik tetapi mereka menolak mengaplikasikannya pada sistem kepercayaan terhadap sains. Hal ini sama polanya dengan mereka, orang-orang yang mengaku dirinya muslim tetapi masih percaya pada sistem perbankan yang jelas-jelas riba. Kita sendiri, seharusnya mampu untuk keluar dari lingkaran ini semua.

Selama kita masih memfokuskan diri kita pada agama, dewa, hantu, termodinamik ataupun proyeksi astral, kita tak akan pernah mempertanyakan hal yang paling esensial, karena kita telah merasa mendapatkan jawaban, jawaban yang membuat kita mempercayai sesuatu, jawaban yang tak mudah mendapatkan jawaban baik dari hal-hal metafisik maupun saintifik, adalah satu-satunya jalan yang memulai hasrat individu untuk mendeterminasikan dirinya. Pola berpikir itu dapat bermula dari pertanyaan-pertanyaan tersulit yang membutuhkan jawaban yang juga sama sulitnya yang berkaitan langsung dengan hidup harian kita seperti: mengapa hidupku ini sangat jauh dengan hidup yang kudambakan, dan bagaimana caranya untuk mengubahnya? Tetapi saat seseorang dengan pertanyaan tersebut terlalu cepat melangkah demi menjawab pertanyaannya dengan sebuah jawaban yang didasari atas rasa percaya, orang tersebut telah kehilangan hidupnya lagi dan kembali memeluk perbudakan.

Skeptikisme adalah sebuah alat yang esensial bagi mereka yang ingin melepaskan diri dari perbudakan psikis. Dalam usaha untuk belajar mengeksplorasi –yaitu untuk mulai membangun dirinya sendiri– seseorang harus menolak untuk percaya. Tentu saja, ini adalah sebuah perjuangan yang berat dan tak jarang sangat menyakitkan, ataupun juga selalu dalam sebuah kegelisahan yang tak kunjung berhenti; tetapi inilah petualangan dalam mengeksplorasi dunia bagi diri seseorang, demi membangun hidupnya, demi hasrat terdalamnya sendiri, aksi yang akan mampu untuk menghancurkan seluruh kekuasaan dan kekangan sosial. Maka apabila engkau bersikukuh mengajukan sistem kepercayaanmu pada kami, tak perlu heran apabila apa yang engkau dapatkan hanyalah keragu-raguan, pertanyaan-pertanyaan lanjutan, ataupun bahkan ejekan; karena saat sebagian dirimu menyatakan bahwa dirimu masih membutuhkan sesuatu untuk dipercayai, berarti dirimu masih membutuhkan seorang majikan untuk menetukan hidupmu.

“Hidup, adalah saat engkau memikirkan rencana-rencana bagi dirimu sendiri.”